ABG Tetangga


Minggu sore hampir pukul empat. Mentari senja menyiram teras dengan cahaya keemasan yang hangat, namun tak mampu menghangatkan gairah yang membakar jiwa. Sejak pagi, layar komputer telah menjadi candu, memutar film-film dewasa yang kini meninggalkan bara api di sekujur tubuh. Rumah sunyi, hanya ada detak jam dinding yang beradu dengan denyut nadi yang kian cepat. Istri dan anak-anak pergi, meninggalkan kehampaan yang terasa begitu menyesakkan.

Percikan air dingin dari pancuran tak mampu memadamkan api yang membara. Ereksi yang keras berdenyut-denyut, semakin tak tertahankan, seperti gunung berapi yang siap meletus.

"Sialan," bisikku geram, "Salah sendiri menonton film-film itu seharian."

Kugapai gelas berisi air es, berharap dinginnya mampu meredakan gejolak yang mengalir deras dalam darah. Musik dari pemutar kaset, yang biasanya menenangkan, kini hanya menjadi latar suara yang tak berarti. Sebuah video klip sensual yang terputar di televisi justru semakin menyulut api yang hampir padam.

Pikiran liar tentang mencari pelampiasan di luar sana melintas di benak, namun bayangan risiko penyakit menular seksual, terutama HIV, langsung menghantam kesadaran. Terakhir kali keintiman dengan istri, tiga hari lalu, terasa seperti seabad yang lalu. Tak heran jika hasrat ini membuncah, seperti ombak yang menerjang karang.

Sambil berusaha mengendalikan diri, aku duduk di teras, mencoba memfokuskan pikiran pada lembaran koran pagi yang terabaikan. Namun, ketenangan itu terusik oleh derit pintu pagar. Renny, gadis tetangga yang baru beranjak remaja, berdiri di ambang pintu.

"Selamat sore, Om. Tante ada?"

"Sore, Renny. Tante pulang kampung, sampai lusa. Ada apa?"

"Eh, anu..." Renny tampak ragu, matanya menatap ke bawah.

"Silakan masuk, duduk dulu. Ceritakan apa yang kamu butuhkan," ajakku, berusaha menyembunyikan getaran dalam suara.

Renny, gadis lima belas tahun yang sedang mekar menjadi wanita muda, duduk di sampingku. Aroma tubuhnya yang manis bercampur dengan aroma bunga yang lembut, menusuk indra penciumanku. Mataku tak bisa lepas dari lekuk tubuhnya yang mulai terbentuk, dari kaos ketat yang membungkus dada yang mulai menonjol.

"Anu, Om, Tante janji mau meminjamkan majalah terbaru..."

"Majalah apa?" tanyaku, suara serak, mata terpaku pada dada Renny yang bergerak naik turun seiring napasnya.

"Apa saja, Om. Yang terbaru."

"Baiklah, masuk dan pilih sendiri."

Kulempar koran ke meja, mengajak Renny masuk ke dalam rumah. Langkahnya ragu-ragu, seperti anak kucing yang takut-takut melangkah ke tempat baru. Di ruang tengah, kutunjuk rak di bawah televisi.

"Cari sendiri di sana," kataku, lalu menjatuhkan diri ke sofa, jantung berdebar kencang.


Renny berjongkok, membolak-balik tumpukan majalah.  Saya mengamati tubuhnya dari belakang.  Bentuk tubuhnya yang masih muda, namun sudah mulai terbentuk dengan indah, membuat saya terpesona.  Bayangan bra-nya samar-samar terlihat di balik kaosnya.  Kulitnya putih bersih.  Hasrat saya kembali membuncah.

"Tidak ada, Om. Semua majalahnya lama," kata Renny, menyentak lamunan saya.

"Mungkin ada di kamar Tante. Cari di sana saja."

Saya mengikuti Renny yang masuk ke kamar tidur saya.  Hasrat saya membuncah.

Saya menyusul Renny.  Saya melihatnya berjongkok di sudut kamar, mencari majalah.  Saya menutup dan mengunci pintu pelan-pelan.

"Sudah ketemu, Ren?"

"Belum, Om," jawabnya tanpa menoleh.

***

"Mau lihat CD bagus?"

"CD apa, Om?"

"Filmnya bagus kok. Ayo duduk di sini."

Renny duduk di tepi ranjang.  Saya memasukkan CD ke pemutar dan menghidupkan televisi.  Adegan-adegan panas dalam film itu semakin membangkitkan hasrat saya.

Saya memeluk Renny dari belakang.  Dia meronta, namun saya terus meremas dadanya.  Dia mendesah.  Saya menyibak roknya, dan menyentuh pahanya.  Renny mengerang.  Saya melepas celana dalamnya.  Saya terpesona melihat kemaluannya yang masih perawan.  Saya mencium dan menghisapnya.  Renny mengerang, mencapai klimaks.  Saya melanjutkan dengan merangsang payudaranya.  Dia mendesah dan meremas rambut saya.

Saya mengatur posisi tubuhnya, dan perlahan-lahan memasukkan penis saya ke dalam kemaluannya.  Renny meringis kesakitan, namun saya terus melanjutkan dengan lembut.  Setelah beberapa saat, saya berhasil menembus selaput dara Renny.  Darah segar membasahi sprei.

Saya menenangkan Renny, dan melanjutkan hubungan intim kami.  Renny mencapai klimaks berkali-kali.  Saya juga mencapai klimaks, dan sperma saya membasahi tubuh Renny.

"Bagaimana? Enak, kan?" tanya saya.

Renny menjawab dengan malu-malu, dan mengungkapkan kekhawatirannya akan hamil.  Saya meyakinkannya bahwa hal itu tidak akan terjadi.

Kami melanjutkan hubungan intim kami dalam posisi yang berbeda.  Renny sudah tidak kesakitan lagi.  Dia menikmati setiap sentuhan saya.

TAMAT

Ulasan:

Cerita ini sangat tidak wajar dan menyedihkan. Saya rubah aja ya ceritanya.

Posting Komentar untuk "ABG Tetangga"